NARSIS (PENYIMPANGAN KEPRIBADIAN)
========================
Narsis, kata ini tentunya sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Ya, Narsis merupakan salah satu penyimpangan kepribadian mental seseorang dimana orang tersebut memiliki perasaan yang berlebihan bahwa dirinya lah yang paling penting, dan menginginkan untuk selalu dikagumi. Penyimpangan kepribadian adalah istilah umum untuk jenis penyakit mental seseorang, dimana pada kondisi tersebut cara berpikir, cara memahami situasi dan kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi normal. Kondisi itu membuat seseorang memiliki sifat yang menyebabkannya merasa dan berperilaku dengan cara-cara yang menyedihkan, membatasi kemampuannya untuk dapat berperan dalam suatu hubungan.
Orang-orang yang narsis meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih unggul daripada orang lain dan kurang bisa menghargai perasaan orang lain. Namun dibalik rasa percaya dirinya yang teramat kuat, sebenarnya orang narsis memiliki penghargaan terhadap diri sendiri yang lemah, mudah tersinggung meskipun terhadap kritikan kecil.
Sebenarnya kata narsis sendiri berasal dari seorang tokoh bernama Narciscus yang gemar mengagumi dirinya dengan bercermin di atas kolam. Hal inilah yang akhirnya menjadi dasar mengapa orang-orang yang terlalu berlebihan dalam mengagumi dirinya sendiri disebut narsis. Untuk lebih mengenal dan mengetahui perilaku narsis ini, simak beberapa hal berikut yang merupakan ciri-ciri dari penderita narsis:
* Ditandai dengan perilaku yang emosional dan dramatis, dan dapat juga dikategorikan ke dalam penyimpangan perilaku yang antisosial.
* Memiliki perasaan bangga yang berlebihan tentang kehebatan atau keunikan dirinya, misalnya membanggakan kemampuannya, kecantikan atau bakatnya secara berlebihan.
* Melebih-lebihkan prestasi yang dicapainya atau memusatkan perhatian berlebihan pada permasalahannya.
* Hanya berfokus pada fantasi tentang sukses, kekuatan, kecemerlangan, kecantikan atau mendapatkan cinta dari pasangan ideal.
* Selalu membutuhkan dan mengharapkan perhatian dan pujian secara terus-menerus.
* Dalam merespons kritik atau kekalahan dapat berupa reaksi marah berlebihan.
* Orang narsis memiliki keyakinan bahwa dialah orang yang lebih baik dan istimewa daripada orang lain.
* Tidak bisa memahami emosi dan perasaan orang lain
* Mengharapkan orang lain untuk selalu setuju dengan segala ide dan rencananya
* Suka mengambil keuntungan dari orang lain
* Mengekspresikan penghinaan kepada orang-orang yang dianggapnya lebih rendah
* Suka cemburu terhadap orang lain
* Memiliki keyakinan bahwa orang lain selalu cemburu terhadap dirinya
* Sulit menjaga hubungan yang baik dan sehat
* Membuat tujuan-tujuan yang seringkali tidak masuk akal
* Menjadi mudah terluka dan ditolak
* Memiliki rasa pengharagaan terhadap diri sendiri yang rapuh dan lemah
* Terlihat seperti orang yang keras hati dan emosional
* Memiliki sifat yang congkak, angkuh dan sombong
* Bisa menjadi sangat marah dan tidak sabar bila tidak mendapatkan perlakuan yang istimewa dari seseorang yang diharapkan
* Memaksakan untuk memiliki segala sesuatu yang terbaik
* Memiliki perasaan malu dan terhina, dan agar bisa merasa lebih baik, maka akan bereaksi dengan marah, menghina atau meremehkan orang lain.
Dari ciri-ciri tersebut, karakter narsis sekilas terlihat mirip seperti karakter orang dengan rasa percaya diri yang kuat. Padahal hal tersebut tidak lah sama. Orang narsis memang memiliki rasa percaya diri yang kuat, namun rasa percaya diri tersebut adalah rasa percaya diri yang tidak sehat, karena hanya memandang dirinya lah yang paling hebat dari orang lain. Di sisi lain, orang dengan rasa percaya diri yang sehat tidak mengagung-agungkan dirinya saja, namun juga bisa menghargai orang lain.
SELANJUTNYA ....
Apa itu Narsisisme?
Menurut kamus Wikipedia, (http://id.wikipedia.org/wiki/Narsisisme)
Narsisme adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud dengan mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narcissus, yang dikutuk sehingga ia mencintai bayangannya sendiri di kolam. Tanpa sengaja ia menjulurkan tangannya, sehingga ia tenggelam dan tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis.
Sifat narsisisme ada dalam setiap manusia sejak lahir[1], bahkan Andrew Morrison berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain[2]. Namun apabila jumlahnya berlebihan, dapat menjadi suatu kelainan kepribadian yang bersifat patologis. (Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau keadaan bagian tubuh.)
1 Freud, Sigmund. 1914. On Narcissism: An Introduction.
2 Morrison, Andrew. 1997. Shame: The Underside of Narcissism. The Analytic Press.
Kata Narsis diambil dari mitologi Yunani tentang seorang laki-laki bernama Narcissus, laki-laki yang terkenal ketampanannya, putra dari dewa sungai Cephissus dan peri Liriope. Wajahnya yang rupawan bikin setiap wanita jatuh hati. Salah satu wanita yang “cinta mati” dengan Narcissus adalah Echo. Tapi sayang, cinta Echo bertepuk sebelah tangan. Echo menjadi sedih dan bersembunyi di tengah hutan yang sepi karena malu. Tubuh Echo makin lama makin menghilang hingga yang terdengar cuma suaranya. Melihat kesedihan Echo, Afrodite – dewi asmara yang rupawan- memberikan pelajaran buat Narcissus. Eros, putra kecil Afrodite dengan ijin ibunya melepaskan anak panah ke jantung hati Narccisus. Sehingga dia jatuh cinta kepada dirinya sendiri.
Suatu hari Narcissus sedang berjalan dan tanpa sengaja dia melihat ke sungai Styx. Narcissus kaget melihat ada wajah seseorang yang sangat rupawan. Sekali melihat, Narcissus langsung jatuh cinta. Dia tidak beranjak sedikit pun dari pinggir sungai. Sisa hidupnya dihabiskan hanya untuk melihat bayangan wajahnya. Sampai akhirnya, dewa-dewa lain menemukan mayatnya yang terbujur kaku di tepi kolam lalu mengubahnya menjadi bunga yang di sebut bunga Narcissus.
Dari kisah “MITOS” di atas lahirlah perilaku yang disebut narsisme. Menurut Spencer A Rathus dan Jeffrey S Nevid dalam bukunya, Abnormal Psychology (2000), orang yang narcissistic memandang dirinya dengan cara yang berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan selalu berharap orang lain memberikan sanjungan untuknya.
Narsis dalam Islam
Allah berfirman,
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman [31]: 18)
Di bagian lain Rasulullah SAW bersabda,
"Ada tiga hal yang dapat membinasakan diri seseorang yaitu : Kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti serta seseorang yang membanggakan dirinya sendiri". (Hadits ini disebutkan oleh Al-Mundziry dalam kitab At-Targhib wa Tarhib 1/162 yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Al-Baihaqi serta dishahihkan oleh Al-Albany).
Dari uraian ayat dan hadist diatas, jelas bahwa Narsis termasuk yang dapat digolongkan kepada sikap sombong dan membanggakan diri yang mengarahkan kita kepada sifat ujub atau takabur. Perilaku ini tentunya adalah suatu sikap yang tidak terpuji bagi kita sebagai Muslim yang menyandarkan haq-nya kepada tuntunan Al Qur'an dan As Sunnah semata.
Gencarnya budaya hedonisme (menyandarkan status sosial dan kesuksesan pada ukuran materi harta benda dan kekuasaan) saat ini dapat menjadikan perilaku Narsis semakin meluas dan pada akhirnya mengikis keimanan kita secara perlahan-lahan. Lalu bagaimanakah kita mampu bertahan dan mengatasinya agar kita tidak ikut-ikutan menjadi orang-orang yang membenarkan sebuah kebiasaan, tetapi membiasakan sebuah kebenaran?
Menangkal Narsisisme
1. Membentengi diri dari rasa sombong dengan cara memperbanyak dan memperdalam ilmu agama, selalu mengingat Allah SWT dimanapun kita berada. Lebih banyak melihat kebawah agar kita lebih mensykuri nikmat yang Allah berikan kepada kita, sehingga rasa sombong dapat terhapus dari dalam diri kita. Insya Allah. Bukankah Rasulullah SAW juga pernah bersabda,
Pandanglah orang yang di bawah kamu dan janganlah memandang kepada yang di atasmu, karena itu akan lebih layak bagimu untuk tidak menghina kenikmatan Allah untukmu. (HR. Muslim) - Nabi Muhammad SAW.
2. Melindungi diri dari mental haus pujian. Kalau kita tidak pandai mensikapi sanjungan, maka sebuah sanjungan bisa menjadi bumerang bagi kita. karena sanjungan dapat membuat kita terlena dan pada akhirnya menghabiskan segenap potensi di dalam diri kita. Sanjungan bukanlah tujuan dari perbuatan kita sebagai orang Muslim, karena sudah seharusnya setiap langkah dan perbuatan kita hanya berorientasi kepada Ibadah semata kepada Allah Azza Wajalla. Seperti diucapkan oleh Umar bin Khaththab r.a: “Ya Allah! Jadikanlah semua amalku sebagai amal shalih, dan janganlah Engkau jadikan amalku itu untuk seseorang sedikitpun”.
3. Memelihara keikhlasan kita dalam berbuat. Abu Qasim Al-Qusyairi menjelaskan “Ikhlas adalah menjadikan satu-satunya yang berhak ditaati dalam sebuah niat ialah Allah swt. Artinya, bahwa yang diinginkan dengan ketaatannya itu hanyalah untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah semata; tidak untuk dipamerkan kepada seseorang, mencari popularitas, atau ingin disanjung-sanjung.” Selain menjaga diri kita dari perilaku narsis, keikhlasan juga dapat membuat kita lebih pandai bersyukur atas karunia-Nya kepada kita, membuat hati terasa lebih tenang dan nyaman serta menjadikan diri kita dalam keadaan yang “sebenar”-nya, just the way we are. Karena sesungguhnya topeng-topeng keduniawian yang kita kenakan hampir setiap hari, tidak pernah mampu menjadi jalan bagi terciptanya kedamaian di hati kita.
4. Menumbuhkan kepekaan dan rasa kepedulian terhadap sesama dapat menjadikan kita sebagai pribadi yang terbuka terhadap kritik, mampu memilah-milah kata yang kita ucapkan dan tentunya dapat menghindari kita dari perilaku narsisisme yang salah satunya ditandai dengan sikap anti kritik. Kebanyakan perilaku narsisisme adalah sikap anti kritik dimana orang lain tidak berhak memberi kritikan kepada mereka. Orang lain hanya mempunyai hak untuk menikmati perilaku narsisnya dan memberikan apresiasi atas apa yang dilakukan. Padahal seharusnya kritik atau nasihat dalam agama adalah pengawal di dalam kehidupan kita yang tidak pernah kita bayar agar kita selalu dalam koridor kebenaran. Hanya orang yang sudah mati yang tidak akan pernah mendapatkan kritik atau nasihat.
Demikianlah semoga kita dapat selalu terjaga dari perilaku-perilaku yang menjauhkan kita dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT sehingga Insya Allah, Dia selalu memberikan ridho serta barakah-Nya kepada kita semua dan menjadikan kita insan-insan yang pantas mendapatkan perlindungan serta keselamatan dari-Nya. Amiin Allahumma Amiin.
Subhanakallahuma wabihamdika ashadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atubuh ‘ilaik. Barakallahu Fiikum. Wassalam.
Mohon dimaafkan jika ada kesalahan dalam penyampaian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tulis Kritik dan Saran Anda