Siapa sih yang tak ingin menikah? Mengingat pahalanya yang berjuta, kebaikan demi kebaikan datang silih berganti, tentu akan menjadi motivasi tersendiri bagi ikhwan-akhwat yang merindukan pernikahan. Bayangkan, ketika sudah menikah, senantiasa ada yang mengingatkan ketika lupa, menasihati ketika lalai, memotivasi agar tekun dan istikomah beribadah serta meraih mimpi-mimpi besar.
Bukan hanya itu, bahkan menikah mampu memotivasi seorang mahasiswa untuk segera menyelesaikan skripsinya. Ia berani ijabsah sebelum mendapatkan ijasah demi menjaga kemuliaan dirinya. Intinya, menikah di jalan Allah SWT itu full pahala, full barokah, full keindahan dan kebaikan. Menikah itu benar-benar terasa indah dan indahnya benar-benar terasa.
Bila ikhwan-akhwat tahu betapa besar pahala yang dijanjikan Allah SWT kepada mereka yang menikah, tentu tak bijak rasanya bila menikah itu harus ditunda-tunda apalagi menunggu harus lulus kuliah dulu atau punya apa-apa dulu. Berikut adalah aliran deras pahala bagi ikhwan-akhwat yang menikah karena ingin menjaga kehormatannya.
Pertama, menikah itu melengkapi agamanya. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, ”Siapa yang menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR. Thabrani dan Hakim).
Hadis di atas mestinya menjadi motivasi bagi ikhwan-akhwat untuk segera mengakhiri masa lajangnya. Bayangkan, dalam Islam, tak ada yang mampu melengkapi separuh agama kecuali Allah SWT dengan menyegerakan menikah. Dengan menikah, Allah SWT melengkapi separuh agama hamba-Nya. Ini artinya, betapa besar perhatian Allah dan Rasul-Nya bagi setiap Muslim yang menikah karena ingin menjaga kehormatannya. Jadi, jangan ragu dan segeralah menikah karena menikah itu melengkapi agama.
Kedua, menikah berarti menjaga kehormatan diri. Dalam sebuah hadis dijelaskan Rasulullah SAW bersabda, ”Wahai para pemuda! Siapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi faraj (kemaluan). Dan siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasaiy, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
Itulah janji Allah SWT bagi ikhwan akhwat yang menikah. Orang yang menikah berarti ia faham dan berusaha menjaga kehormatan dirinya. Dia begitu khawatir dengan pergaulan diluar sana yang jauh dari nilai-nilai islami. Karena kekhawatirannya itulah ia memutuskan untuk segera menikah. Ia yakin dengan menikahlah kehormatan dirinya akan terjaga dari lawan jenis yang harap ditatapnya dan lain sebagainya. Dengan menikah itu pula hatinya akan terjaga dari gangguan lawan jenis yang bukan mahramnya. Jadi, segeralah menikah sebab menikah berarti menjaga kehormatan diri dari kenistaan.
Ketiga, senda guraunya suami-istri bukanlah perbuatan sia-sia. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Segala sesuatu yang di dalamnya yang tidak mengandung Dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau dan permainan kecuali empat perkara yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah dan mengajarkan renang.” (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 245, Silsilah Al Hadits Ash Shohih no. 309).
Itulah di antara janji Allah SWT bagi mereka yang menikah. Ketika suami istri saling memandang, maka Allah SWT pun ridha melihat keduanya. Ketika keduanya saling berpegangan tangan, maka Allah SWT pun tersenyum dan menurunkan rahmat bagi keduanya. Singkatnya, apa pun yang dilakukan suami istri selama ini adalah kebaikan, pasti akan mengundang pahala dan ridha dari Allah SWT.
Keindahan-keindahan itu tentu tak berlaku bagi mereka yang memuaskan syahwatnya dengan pacaran tanpa ikatan yang sah, sebab pacaran adalah prilaku iblis yang bisa menjerumuskan pelakunya kepada neraka Jahannam. Pacaran hanya pelampisan nafsu untuk menuruti kehendak setan dan binatang. Jadi, menikahlah, karena menikah itu senda guraunya saja berbuah pahala.
Keempat, menggauli istri termasuk sedekah. Suatu hari, pernah ada beberapa shahabat Nabi SAW bertanya, ”Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka bisa shalat sebagaimana kami shalat; mereka bisa berpuasa sebagaimana kami berpuasa; bahkan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka?”
Nabi SAW bersabda, ”Bukankah Allah SWT telah memberikan kepada kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Pada tiap-tiap ucapan tasbih terdapat sedekah; (pada tiap-tiap ucapan takbir terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahlil terdapat sedekah; pada tiap-tiap ucapan tahmid terdapat sedekah); memerintahkan perbuatan baik adalah sedekah; mencegah perbuatan munkar adalah sedekah; dan kalian menggauli istri pun sedekah?” Mereka bertanya, ”Wahai Rasulullah, mengapa bisa salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?”
Nabi SAW menjawab, ”Bagaimana menurut kalian bila nafsu syahwat itu dia salurkan pada tempat yang haram, apakah dia akan mendapatkan dosa dengan sebab perbuatannya itu?” Mereka menjawab, ”Ya, tentu?”
Beliau bersabda, ”Demikian pula bila dia salurkan syahwatnya itu pada tempat yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala?” (Nabi SAW kemudian menyebutkan beberapa hal lagi yang beliau padankan masing-masingnya dengan sebuah sedekah, lalu bersabda, ”Semua itu bisa digantikan cukup dengan shalat dua rakaat Dhuha?”) (Buku Adab Az Zifaf Al Albani hal 125).
Kelima, dengan menikah, adanya saling nasehat-menasehati. Menikah, membuka kesempatan ladang pahala yang luas untuk saling tawa shaubil haq wa tawa shaubis shabr ’nasihat-menasihati untuk menetapi kebenaran dan nasihat-menasihati untuk menetapi kesabaran’. Sungguh indah bukan? Saat pertama kali ijabsah diucapkan, maka setelah itu pahala akan terus mengalir ketika suami istri saling memberi nasihat dan motivasi agar lebih tekun dalam ibadah dan meraih kesuksesan. Yes…
Keenam, bisa mendakwahi orang yang dicintai. Dengan menikah, justeru peluang untuk mendakwahi orang yang dicintai (suami atau istri) semakin besar. Jika sebelum menikah hanya mampu memberi saran dan nasihat ala kadarnya, namun setelah menikah bisa saling mendakwahi dengan leluasa dan sepuas hati. Lebih dari itu, keduanya bisa saling melengkapi untuk program dakwah kepada keluarga keduanya dan orang lain.
Ketujuh, pahala memberi contoh yang baik. Dalam pernikahan, ada perlombaan dalam kebaikan di sana. Siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala orang-orang yang meniru perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikit pun. Nabi SAW bersabda, ”Siapa yang pertama memberi contoh perilaku jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa kejahatan itu dan mendapatkan dosa orang yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikit pun?” (HR. Muslim).
Bila seorang kepala keluarga yang memberi contoh perbuatan yang baik bagi keluarganya dan ditiru oleh istri dan anak-anaknya tentu pahala akan diberikan Allah SWT kepadanya. Sebaliknya, ketika seorang kepala keluarga memberi contoh yang jelek bagi keluarganya, tentu dosa akan ditanggungnya kelak di akhirat karena ia memberi teladan keburukan.
Kedelapan, seorang suami memberikan nafkah, makan, minum, dan pakaian kepada istrinya dan keluarganya akan terhitung sedekah yang paling utama, dan akan diganti oleh Allah, ini janji Allah.
Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah SAW, bersabda, ”Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya yaitu satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu?” (HR Muslim, Buku Riyadush Shalihin Bab Memberi nafkah terhadap keluarga).
Seorang suami yang menafkahkan hartanya untuk keluarganya dari pada orang lain tentu lebih utama karena beberapa alasan, di antaranya adalah nafkahnya kepada keluarganya adalah kewajibannya, dan nafkah itu akan menimbulkan kecintaan kepadanya.
Muawiyah bin Haidah ra., pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apa hak istri terhadap salah seorang di antara kami?” Nabi SAW menjawab, ”Berilah makan bila kamu makan dan berilah pakaian bila kamu berpakaian. Jangan kamu menjelekkan wajahnya, jangan kamu memukulnya, dan jangan kamu memisahkannya kecuali di dalam rumah. Bagaimana kamu akan berbuat begitu terhadapnya, sementara sebagian dari kamu telah bergaul dengan mereka, kecuali kalau hal itu telah dihalalkan terhadap mereka?” (Adab Az Zifaf Syaikh Albani hal 249).
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya apa saja yang kamu nafkahkan dengan maksud kamu mencari keridhaan Allah, niscaya kamu akan diberi pahala sampai apa saja yang kamu sediakan untuk istrimu?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebaliknya, bila seorang suami tidak mau memberi nafkah kepada keluarganya, maka ia termasuk pelaku dosa. Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ”Seseorang cukup dianggap berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang harus diberi belanja (dalam tanggungannya)?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, masih adakah yang meragukan janji Allah SWT yang akan diberikannya kepada orang yang menikah? Berjuta pahala itu akan Anda dapatkan setiap saat ketika Anda menikah semata-mata untuk meraih kesempurnaan dalam beragama. Teruslah berdoa kepada Allah SWT untuk meminta pendamping hidup yang shalih / shalihah agar kelak bisa tetap bersama di surga-Nya. Wallahua’lam. (R2/IR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tulis Kritik dan Saran Anda